Playlist

Kamis, 21 November 2013

Remember Me (Inspired by @nabilahJKT48)



Hari itu di sebuah kafe..  Saat itu sedang hujan. Suasana nya sepi, ga terlalu sepi sih.. Ada beberapa orang yang sedang bercanda satu sama lain. Ada yang sedang membaca Koran. Aku hanya menikmati secangkir cokelat hangat sembari menikmati hujan di pojokan café. Pandangan ku tertuju pada seorang perempuan. Dia sedang menikmati minumannya sembari melihat ke jendela. Dia seperti memikirkan sesuatu, sesuatu yang sangat dia ingin pecahkan. Berselang beberapa lama, dia meninggalkan kafe itu.

Keeesokan hari nya aku kembali ke kafe itu, karena memang aku setiap sore ke kafe itu. Aku kembali melihat wanita itu. Di tempat duduk yang sama, posisi yang sama. Karena penasaran, aku memberanikan diri untuk menghampirinya.
“Hey” sapaku.
“Hey” sapanya balik.
“Boleh duduk disini?”
“Silahkan..”
“Oiya, namaku Andre. Kamu?”
“Aku Nabilah”
“Kalo boleh tau, kamu nungguin orang atau emang sendiri?”
“Emang sendiri kok hehehe”
“Kamu sering kesini?”
“Iya, aku suka ngabisin waktu sore aku disini..”
“Maaf ya jadi banyak nanya hehehe”
“Iya ngga papa, eh aku pulang dulu ya ndre..”
“Yaudah, hati-hati ya. Minumnya biar ntar aku yang bayar.
“Iya, makasih ye” sambil tersenyum dan meninggalkan kafe itu. Hari itu aku senang sekali, setidaknya aku sudah tau namanya, dan ternyata dia orangnya cukup ramah.

                Hari ketiga aku melihatnya lagi, di posisi yang sama, dengan minuman yang sama. Aku pun menghampirinya.
“Hay bil.”
“Hay.. Kamu siapa?”
“Loh, kamu ngga inget aku?”
“Ngga, kamu siapa ya?”
“Oh maaf aku kira temen aku, soalnya mirip sih hehehe.”
“Iya nggapapa.”
Lalu aku pergi ke tempat ku biasa duduk. Nabilah tiba-tiba tidak mengingatku sama sekali. Dengan raut kebingungan aku memanggil pelayan.
“Eh mas Andre, mau pesan apa mas?”
“Minuman biasa mba. Eh mba, mba kenal sama cewe yang disana itu?” sambil menunjuk nabilah.
“Oh itu, dia emang suka duduk disini mas.Dia juga suka mesan hal yang sama, tempat yang sama.”
“Oh gitu ya mba. Yaudah, makasih ya mba.”
“Iya mas.” Lalu pelayan itu pergi. Beberapa saat kemudian, ketika aku sedang menikmati minuman ku, Nabilah meninggalkan kafe itu. Karena penasaran ku belum terpuaskan, aku segera menghabiskan minumanku dan pergi mengikutinya. Ternyata rumah kami sejalur, dan dia menggunakan motor matic nya. Dan akhirnya aku tau rumahnya.

                Hari ke empat. Aku menunggu di jalur yang biasa dia lewati, dengan skenario perbaikan jalan, aku memberanikan diri untuk membentangkan palang dan kebetulan Nabilah datang.
“Maaf mba, mba mau kesana?” kataku menyamar sebagai petugas yang memperbaiki jalanan.
“Iya mas, kenapa ya?” katanya kebingungan.
“Maaf mba, anda ngga bisa lewat sini, karena jalannya sedang di perbaiki. Oiya, nama saya Andre, nama mba?”
“Saya Nabilah”
Lalu pembicaraan kami melebar. Sampai tiba-tiba ban motor Nabilah bocor.
“Ban aku bocor, gimana nih.. Mana cuacanya mau hujan lagi.”
“Yaudah, pulang bareng aku aja.”
“Serius? Boleh deh”
Aku pun mengantarkan Nabilah, dan sampailah di rumhanya.
“Kok kamu tau rumah aku sih?”
“Cuman nebak doang hehhe”
“Yaudah, masuk-masuk ndre.”
“Oke bil.”
“Kamu tunggu disini dulu ya, aku mau ganti baju”
“Iya bil..”
Lalu, ibunya datang.
“Eh, kamu temennya Nabilah ya? Andre kan?”
“Iya tante heheheeh.”
“Maafin Nabilah ya ndre kalo dia bikin kamu shock kalo dia ngga ingat kamu.”
“Iya tante ngga papa kok. Kalo boleh tau, Nabilah begitu kenapa ya tante?”
“Dia dulu pernah kecelakaan, Ayahnya meninggal, dan kepalanya terbentur sesuatu. Dari hari itu dia sering murung ndre. Tapi, semenjak dia ketemu kamu,  dia selalu ceria, dia selalu menyanyikan lagu yang sama.”
“Lagu apa itu tante?”
“Lagu itu, lagu yang ngingetin tante pas pertama kali ketemu almarhum suami tante.”
“Maaf tante, saya jadi bikin tante sedih.”
“Ngga papa ndre, tante bersyukur lagi kamu bisa bikin Nabilah ceria lagi, makasih ya!”
“Iya tante sama-sama. Tante, saya pemit pulang dulu ya, nanti motor Nabilah biar saya yang nganter. Bilangin salam ke Nabilah hehehe”
“Iya, makasih ya ndre. Maaf Nabilahnya kelamaan.”
“Iya tante ngga papa.”
Aku pun pulang. Aku senang bisa mengetahui semuanya, dan mulai saat itu, aku bertekad untuk membuatnya sembuh.

 Aku pun belajar dengan giat, demi menjadi dokter otak, sehinigga bisa menyembuhkan penyakit yang di derita Nabilah. Akhirnya aku mendapatkan beasiswa ke luar negri. Aku belajar lebih giat lagi dan akhirnya beberapa tahun kemudian, aku kembali ke Indonesia dan mendatangi rumah Nabilah.
“Permisi..”
“Iya, sebentar.. Andre ya?”
“Iya tente.. hehehe”
“Kamu kemana aja? Kok lama ngga kesini?”
“Aku dapet beasiswa ke luar negri tante buat jadi dokter otak. Semua ini buat anak tante, aku bertekad buat nyembuhin Nabilah tante. Aku sayang sama dia.”
“Tulus banget ternyata kamu ya ndre. Semenjak kamu ngga pernah kesini lagi, Nabilah jadi sering murung ndre.”
“Yaudah, dimana Nabilahnya tante?”
“Bentar ya, tante panggilkan.”
Beberapa saat kemudian, Nabilah datang dan aku langsung memulai metode terapi yang telah aku pelajari. Berhari-hari aku melakukan terapi ini dengan tulus berharap dia bisa sembuh. Sampai suatu hari…
“Andre?”
“Nabilah? Akhirnya ingatan kamu sekarang pulih bil. Ga sia-sia aku berjuang demi kesembuhanmu.”
“Iya ndre, Aku mau jujur. Sebenernya aku ngga tau apa yang ku rasain saat kita bertemu. Tiap aku melihat wajahmu, aku seperti mengenal seseorang waktu itu. Sekarang aku mengerti, Aku sayang kamu ndre.”
“Aku sayang kamu juga bil. Aku rela ngelakuin ini semua karna aku tulus sama kamu. Kamu mau menikah dengan ku?”
“Aku mau” dengan raut wajah tersenyum. Mungkin itu adalah raut wajah terindah yang perah aku lihat.

                Dihari pernikahanku, Nabilah terlihat cantik dengan menggunakan gaun putih. Nabilah.. Ya, Nabilah. Dial ah alas an ku melakukan semua ini, yaitu belajar dengan keras, mengejar cita-cita ku, dan mewujudkan tujuan hidupku. Karena cinta, seseorang yang pesimis bisa langsung berubah menjadi orang yang paling optimis di dunia ini. Karena cinta, seseorang yang tidak tahu arah tujuan hidupnya, bisa mengetahui bahwa dia hidup untuk apa. Karena cinta juga lah, semua akan menjadi lebih baik.

The End.

By:Al Ghifari Atila Lutfi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar